Biografi Arifin Chairin Noer
Arifin
Chairin Noer yang lebih dikenal dengan nama singkatan Arifin C. Noer, adalah
sutradara teater dan film Indonesia terkemuka dan termahal pada masanya. Sutradara kelahiran Cirebon, 10 Maret 1941, ini beberapa kali memenangkan Piala
Citra untuk penghargaan film terbaik dan penulis skenario terbaik. Meninggal di
Jakarta, 28 Mei 1995.
Arifin amat terkenal lewat film kontroversial yang disutradarainya: Pengkhianatan G 30 S/PKI (1984). Film ini diwajibkan oleh pemerintah Presiden Republik Indonesia Kedua (1966-1988)
Orde Baru untuk diputar di semua stasiun televisi setiap tahun pada tanggal 30 September untuk memperingati insiden Gerakan 30 September 1965.
Arifin C. Noer, Anak kedua Mohammad Adnan, ini telah memulai kiprahnya dalam dunia seni sejak kecil. Sejak masih duduk di bangku SMP, ia telah berminat pada seni. Arifin menamatkan SD di Taman Siswa, Cirebon, SMP Pendiri Muhammadiyah 1912. Muhammadiyah, Cirebon. Kemudian melanjut ke SMA Negeri Cirebon namun tidak selesai. Lalu masuk SMA Jurnalistik, Solo. Setelah itu ia kuliah di Fakultas Sosial Politik Universitas Cokroaminoto, Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978).Yogyakarta (1967) dan International Writing Program, Universitas Iowa, AS (1972).
Ketika masih duduk di SMP dan SMA, ia telah mengarang cerpen dan puisi, lalu mengirimkannya ke majalah mingguan yang terbit di Cirebon dan Bandung. Sajak pertamanya, Langgar Purwodiningratan, mengenai masjid tempat ia bertafakur. Semasa sekolah ia bergabung dengan Lingkaran Drama Rendra, dan menjadi anggota Himpunan Sastrawan Raja Kasunanan Surakarta, 1893-1939 Surakarta. Di sini ia menemukan latar belakang Lihat Daftar Tokoh Teater
teaternya yang kuat. Dalam kelompok drama bentukan Rendra ini, ia menulis dan menyutradari lakon-lakonnya sendiri seperti Kapai Kapai, Tengul, Madekur dan Tarkeni, Umang-Umang dan Sandek Pemuda Pekerja.
Naskah karyanya Lampu Neon, atau Nenek Tercinta, telah memenangkan sayembara Lihat Daftar Tokoh Teater. teater Muslim, 1967. Kemudian saat kuliah di Universitas Cokroaminato Solo, ia bergabung dengan Lihat Daftar Tokoh Teater. Teater Muslim pimpinan Mohammad Pemimpin Perang Diponegoro lalu ia hijrah ke Jakarta.
Di tengah minat dan impiannya sebagai seniman, ia sempat meniti karir sebagai Manajer Personalia Yayasan Dana Bantuan Haji Indonesia dan Lihat Daftar Wartawan
wartawan Harian Pelopor Baru.
Lalu tahun 1968, ia mendirikan Teater Ketjil dan berhasil mementaskan cerita, dongeng, yang seperti bernyanyi. Tentang orang-orang yang terempas, pencopet, pelacur, orang-orang kolong, dan sebagainya. Mencuatkan protes sosial yang transendental, tetapi kocak, dan religius.
Naskah-naskahnya menarik minat para teaterawan dari generasi yang lebih muda, sehingga karyanya banyak dipentaskan di mana-mana. Karya-karyanya telah memberi sumbangan yang besar bagi perkembangan seni peran di Indonesia.
Karya-karya tulisnya berupa naskah lakon yang kemudian disutradarainya dan dipentaskan oleh Teater Ketjil yang dipimpinnya, menunjukkan eksistensinya sebagai salah seorang pencetus bentuk teater modern Indonesia.
Teaternya akrab dengan publik. Ia memasukkan unsur-unsur lenong, stambul, boneka (marionet), wayang kulit maupun golek, dan melodi pesisir. 'Menurut Penyair Legendaris Indonesia
penyair Ketua Lembaga Pendidikan dan Kesenian Jakarta (1973-1977)
Taufiq Ismail, Arifin adalah pembela kaum miskin.
Lakon-lakonnya antara lain: Kapai-Kapai (1970), Tengul (1973), Madekur dan Tarkeni (1974), Umang-Umang (1976), dan Sandek Pemuda Pekerja (1979). Lakon Kapai-Kapai dimainkan orang dalam bahasa Inggris dan Belanda di AS, Belgia, dan Australia. Pada 1984, ia menulis lakon Dalam Bayangan Tuhan atawa Interogasi.
Kemudian ia berkiprah dalam dunia layar perak sebagai sutradara. Lewat film Pemberang, ia dinyatakan sebagai penulis skenario terbaik di Festival Film Asia 1972, dan mendapat piala The Golden Harvest. Arifin kembali tampil sebagai penulis skenario terbaik untuk Rio Anakku, dan Melawan Badai dalam Festival Sutradara
film Indonesia 1978. Ia meraih Piala Citra.
Mengaku otodidak di bidang sinematografi, ia mulai menyentuh kamera ketika Wim Umboh membuat film Kugapai Cintamu, 1976. 'Arifin merasakan bahwa pengalaman banyak menyutradarai teater, ternyata, merupakan dasar yang sangat perlu untuk film.
Pada masanya, Arifin adalah penulis skenario dan sutradara terkemuka dan termahal. Namun kala itu ia masih menghuni rumah kontrakan di Jalan Rawa Raya, Pisangan, Jakarta Timur, tapi sudah memiliki Mitsubishi Lancer berwarna putih. Sehingga ia berujar kasihan terhadap diri saya sendiri, sebab orang sering menudingnya orang kaya.
Film perdananya Suci Sang Primadona (1977), melahirkan pendatang baru: Joice Erna, yang memenangkan Piala Citra sebagai Aktris Terbaik FFI 1978. Film ini, menurut Volker Schloendorf -- sutradara Die Blechtrommel, pemenang Palme d'oro Festival Cannes 1979 -- dari Jerman, ''Menampilkan sosok wajah rakyat Indonesia tanpa bedak. Arifin cermat mengamati tempatnya berpijak.''
Menyusul film-filmnya: Petualang-Petualang, Harmonikaku, dan Yuyun, Pasien Rumah Sakit Jiwa, juga Matahari-Matahari. Belakangan, Serangan Fajar dinilai FFI 1982 sebagai Film Terbaik. Sedang Pengkhianatan G-30-S/PKI, filmnya terlaris yang dijuluki superinfra box-office. Lewat film ini lagi-lagi Arifin meraih Piala Citra sebagai Penulis Skenario Terbaik, 1985. Kemudian Arifin menggarap film Djakarta (1989). Setahun kemudian, filmnya Taksi pada FFI 1990, terpilih sebagai film terbaik, meraih enam piala citra.
Ia menikah dengan Nurul Aini, istrinya pertama, dikaruniai dua anak, Vita Ariavita dan Veda Amritha. Pasangan ini bercerai pada 1979. Kemudian Arifin menikah lagi dengan Jajang Pamontjak, putri tunggal dubes RI pertama di Prancis dan Filipina, yang memberinya pula dua anak, Nitta Nazyra dan Marah Laut.
Lalu, ia menderita sakit kanker hati dan lever. Sempat menjalani operasi kanker di Singapura, sebelum kemudian sejak 23 Mei 1995 dirawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. Namun nyawanya tidak tertolong. Ia meninggal dunia pada Minggu, 28 Mei 1995, pukul 06.25.
Arifin amat terkenal lewat film kontroversial yang disutradarainya: Pengkhianatan G 30 S/PKI (1984). Film ini diwajibkan oleh pemerintah Presiden Republik Indonesia Kedua (1966-1988)
Orde Baru untuk diputar di semua stasiun televisi setiap tahun pada tanggal 30 September untuk memperingati insiden Gerakan 30 September 1965.
Arifin C. Noer, Anak kedua Mohammad Adnan, ini telah memulai kiprahnya dalam dunia seni sejak kecil. Sejak masih duduk di bangku SMP, ia telah berminat pada seni. Arifin menamatkan SD di Taman Siswa, Cirebon, SMP Pendiri Muhammadiyah 1912. Muhammadiyah, Cirebon. Kemudian melanjut ke SMA Negeri Cirebon namun tidak selesai. Lalu masuk SMA Jurnalistik, Solo. Setelah itu ia kuliah di Fakultas Sosial Politik Universitas Cokroaminoto, Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978).Yogyakarta (1967) dan International Writing Program, Universitas Iowa, AS (1972).
Ketika masih duduk di SMP dan SMA, ia telah mengarang cerpen dan puisi, lalu mengirimkannya ke majalah mingguan yang terbit di Cirebon dan Bandung. Sajak pertamanya, Langgar Purwodiningratan, mengenai masjid tempat ia bertafakur. Semasa sekolah ia bergabung dengan Lingkaran Drama Rendra, dan menjadi anggota Himpunan Sastrawan Raja Kasunanan Surakarta, 1893-1939 Surakarta. Di sini ia menemukan latar belakang Lihat Daftar Tokoh Teater
teaternya yang kuat. Dalam kelompok drama bentukan Rendra ini, ia menulis dan menyutradari lakon-lakonnya sendiri seperti Kapai Kapai, Tengul, Madekur dan Tarkeni, Umang-Umang dan Sandek Pemuda Pekerja.
Naskah karyanya Lampu Neon, atau Nenek Tercinta, telah memenangkan sayembara Lihat Daftar Tokoh Teater. teater Muslim, 1967. Kemudian saat kuliah di Universitas Cokroaminato Solo, ia bergabung dengan Lihat Daftar Tokoh Teater. Teater Muslim pimpinan Mohammad Pemimpin Perang Diponegoro lalu ia hijrah ke Jakarta.
Di tengah minat dan impiannya sebagai seniman, ia sempat meniti karir sebagai Manajer Personalia Yayasan Dana Bantuan Haji Indonesia dan Lihat Daftar Wartawan
wartawan Harian Pelopor Baru.
Lalu tahun 1968, ia mendirikan Teater Ketjil dan berhasil mementaskan cerita, dongeng, yang seperti bernyanyi. Tentang orang-orang yang terempas, pencopet, pelacur, orang-orang kolong, dan sebagainya. Mencuatkan protes sosial yang transendental, tetapi kocak, dan religius.
Naskah-naskahnya menarik minat para teaterawan dari generasi yang lebih muda, sehingga karyanya banyak dipentaskan di mana-mana. Karya-karyanya telah memberi sumbangan yang besar bagi perkembangan seni peran di Indonesia.
Karya-karya tulisnya berupa naskah lakon yang kemudian disutradarainya dan dipentaskan oleh Teater Ketjil yang dipimpinnya, menunjukkan eksistensinya sebagai salah seorang pencetus bentuk teater modern Indonesia.
Teaternya akrab dengan publik. Ia memasukkan unsur-unsur lenong, stambul, boneka (marionet), wayang kulit maupun golek, dan melodi pesisir. 'Menurut Penyair Legendaris Indonesia
penyair Ketua Lembaga Pendidikan dan Kesenian Jakarta (1973-1977)
Taufiq Ismail, Arifin adalah pembela kaum miskin.
Lakon-lakonnya antara lain: Kapai-Kapai (1970), Tengul (1973), Madekur dan Tarkeni (1974), Umang-Umang (1976), dan Sandek Pemuda Pekerja (1979). Lakon Kapai-Kapai dimainkan orang dalam bahasa Inggris dan Belanda di AS, Belgia, dan Australia. Pada 1984, ia menulis lakon Dalam Bayangan Tuhan atawa Interogasi.
Kemudian ia berkiprah dalam dunia layar perak sebagai sutradara. Lewat film Pemberang, ia dinyatakan sebagai penulis skenario terbaik di Festival Film Asia 1972, dan mendapat piala The Golden Harvest. Arifin kembali tampil sebagai penulis skenario terbaik untuk Rio Anakku, dan Melawan Badai dalam Festival Sutradara
film Indonesia 1978. Ia meraih Piala Citra.
Mengaku otodidak di bidang sinematografi, ia mulai menyentuh kamera ketika Wim Umboh membuat film Kugapai Cintamu, 1976. 'Arifin merasakan bahwa pengalaman banyak menyutradarai teater, ternyata, merupakan dasar yang sangat perlu untuk film.
Pada masanya, Arifin adalah penulis skenario dan sutradara terkemuka dan termahal. Namun kala itu ia masih menghuni rumah kontrakan di Jalan Rawa Raya, Pisangan, Jakarta Timur, tapi sudah memiliki Mitsubishi Lancer berwarna putih. Sehingga ia berujar kasihan terhadap diri saya sendiri, sebab orang sering menudingnya orang kaya.
Film perdananya Suci Sang Primadona (1977), melahirkan pendatang baru: Joice Erna, yang memenangkan Piala Citra sebagai Aktris Terbaik FFI 1978. Film ini, menurut Volker Schloendorf -- sutradara Die Blechtrommel, pemenang Palme d'oro Festival Cannes 1979 -- dari Jerman, ''Menampilkan sosok wajah rakyat Indonesia tanpa bedak. Arifin cermat mengamati tempatnya berpijak.''
Menyusul film-filmnya: Petualang-Petualang, Harmonikaku, dan Yuyun, Pasien Rumah Sakit Jiwa, juga Matahari-Matahari. Belakangan, Serangan Fajar dinilai FFI 1982 sebagai Film Terbaik. Sedang Pengkhianatan G-30-S/PKI, filmnya terlaris yang dijuluki superinfra box-office. Lewat film ini lagi-lagi Arifin meraih Piala Citra sebagai Penulis Skenario Terbaik, 1985. Kemudian Arifin menggarap film Djakarta (1989). Setahun kemudian, filmnya Taksi pada FFI 1990, terpilih sebagai film terbaik, meraih enam piala citra.
Ia menikah dengan Nurul Aini, istrinya pertama, dikaruniai dua anak, Vita Ariavita dan Veda Amritha. Pasangan ini bercerai pada 1979. Kemudian Arifin menikah lagi dengan Jajang Pamontjak, putri tunggal dubes RI pertama di Prancis dan Filipina, yang memberinya pula dua anak, Nitta Nazyra dan Marah Laut.
Lalu, ia menderita sakit kanker hati dan lever. Sempat menjalani operasi kanker di Singapura, sebelum kemudian sejak 23 Mei 1995 dirawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. Namun nyawanya tidak tertolong. Ia meninggal dunia pada Minggu, 28 Mei 1995, pukul 06.25.
0 Response to "Biografi Arifin Chairin Noer"
Post a Comment