Sanggar Teater Modern di Indonesia

Teater moderen yang berkembang di Indonesia, bukan dalam artian meninggalkan sepenuhnya ciri khas teater tradisional tapi lebih pada pengembangan dalam memadukan dengan teater barat. Gagasan ini lah yang membuat terciptanya teater modern hadir di Indonesia yang memiliki bentuk dan jenis tersendiri.


Alasan Terbentuknya Teater Modern
Alasan pembentukan teater modern sendiri di indonesia, melihat dari minat para masyarakat dalam minat berseni teater, penontn yang dahulu mencari hiburan rakyat sudah tergerus oleh perkembangan zaman, dan ini lah salah satu faktor yang membuat para pendiri sanggar (seniman teater) membuat sebuah teater modern untuk mengikuti perkembangan zaman.

Berikut adalah beberapa kelompok sanggar teater modern yang kehadirannya memberikan sebuah warna baru bagi teater Nusantara.

Bengkel Teater Rendra
Bengkel Teater Rendra didirikan W.S. Rendra di Kampung Ketanggunan, Yogyakarta (1961) dan di Depok (1986). Pertunjukan-pertunjukan yang mereka tampilkan selalu mendapatkan sambutan hangat dan seolah menjadi barometer peta pertunjukan teater di tanah air. Rendra sebagai seorang sastrawan, aktor, sutradara, dan penulis naskah yang baik mampu menciptakan pertunjukan yang menarik dan bermutu.

Karya-karya yang pernah dipentaskan antara lain: Orang-orang di Tikungan Jalan (1954), Bip Bop Rambaterata (Teater Mini Kata), Selamatan Anak Cucu Sulaiman, Mastodon dan Burung Kondor (1972), Kasidah Barzanji, Panembahan Reso (1986), dan Kisah Perjuangan Suku Naga.

Teater Populer
Teater Populer dipimpin Teguh Karya dan pada perkembangannya grup teater ini beralih ke industri perfilman Indonesia. Para pemainnya misalnya: Slamet Rahardjo, El Malik, Christine Hakim, dan Nano Riantiarno. Setelah Teguh Karya meninggal para pemainnya lebih berorientasi ke dunia film.

Teater Kecil
Teater Kecil dipimpin oleh Arifin C. Noer. Arifin adalah penulis naskah yang produktif. Naskahnya dipandang memiliki warna Indonesia. Penulis dari Cirebon ini sering memasukkan unsur kesenian 52 Seni Teater SMP/MTs Kelas VIII daerahnya ke dalam naskah teater yang ditulis atau dipentaskannya. Karya-karyanya misalnya: Kapai-Kapai, Tengul, Madekur dan Tarkeni, Umang-Umang, Sandek Pemuda Pekerja, dan Sumur Tanpa Dasar.

Teater Koma
Teater Koma dipimpin oleh Nano Riantiarno dan merupakan kelompok teater paling produktif di Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Lebih dari seratus produksi panggung dan televisi yang pernah dipentaskan oleh Teater Koma. Nano Riantiarno adalah penulis naskah yang kuat serta sutradara yang potensial. Karya-karyanya antara lain: Rumah Kertas, Maaf. Maaf. Maaf, Opera Kecoa, Opera Julini, Konglomerat Burisrawa, Semar Gugat, Suksesi, Opera Ikan Asin, dan Kenapa Leonardo?.

Teater Mandiri
Teater Mandiri dipimpin oleh Putu Wijaya, seorang sastrawan dan dramawan kelahiran Bali. Putu mantan anggota Bengkel Teater Rendra dan termasuk penulis naskah ulung. Naskah-naskahnya mendapat warna kuat dari naskah Menunggu Godot karya Samuel Beckett yang pernah dipentaskannya bersama Rendra di Bengkel Teater.

Naskah ini mengisahkan tentang penantian Vladimir dan Estragon terhadap datangnya Godot yang hingga pertunjukan selesai tidak kunjung datang.

Bengkel Muda Surabaya
Lahir di kota Surabaya dan pada awal kemunculannya mengacu teater epik (Brecht) dengan idiom teater rakyat (kentrung dan ludruk). Tokoh yang tergabung dalam kelompok ini antara lain Akhudiat dan Basuki Rahmat.

Kelompok Teater yang Lain
Di samping kelompok-kelompok teater yang sudah disebutkan di depan, banyak pula dramawan yang menyemarakkan perkembangan teater di Indonesia. Misalnya: 

D. Djajakusuma, Wahyu Sihombing, Pramana Padmodarmaya (Teater Lembaga), Ikranegara (Teater Saja), Danarto (Teater Tanpa Penonton), Adi Kurdi (Teater Hitam Putih), Budi S. Otong (Teater SAE), Rudolf Puspa dan Derry Sirna (Teater Keliling), Ags. Arya Dwipayana (Teater Tetas), serta Dindon (Teater Kubur). Putu Wijaya, penulis naskah sekaligus salah satu sutradara handal Indonesia.

Selain di Jakarta, teater modern juga muncul dan berkembang di beberapa kota di Indonesia.
Di Bandung muncul Teater Payung Hitam pimpinan Rahman Sabur dan Studiklub Teater Bandung pimpinan Suyatna Anirun.

Di Yogyakarta muncul Teater Dinasti (Emha Ainun Nadjib), Teater Gandrik (Butet Kartaradjasa) dan Teater Garasi (Yudi Ahmad Tajudin sebagai direktur artistik).

Di Lampung muncul Teater Satu Lampung (Iswadi Pratama). Sedangkan di Surakarta muncul Teater Gapit (Bambang Widoyo SP), Teater Gidag Gidig (Hanindawan), Teater Ruang (Joko Bibit Santosa), dan Kelompok Tonil Kloesed (Sosiawan Leak). Di Makassar muncul pula Teater Merah Putih.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sanggar Teater Modern di Indonesia"

Post a Comment